

PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Anak-anak luar biasa adalah sebutan yang diberikan pada
anak-anak yang memerlukan kebutuhan khusus.Anak-anak luar biasa didefinisikan
sebagai anak-anak yang berbeda dari anak-anak biasa dalam hal ciri-ciri mental,
kemampuan sensorik, kemampuan komunikasi, tingkah laku sosial, ataupun
ciri-ciri fisik.
Masih kurangnya pemerimaan terhadap anak-anak tuna grahita dalam kehidupan bermasyarakat, menjadikan mereka tersisihkan dari hak-hak mereka sebagai salah satu seorang pelakonnya. Terkadang kita menilai orang yang memiliki kelainan fisik dan mental itu” aneh” dan mengurus mereka serba diselimuti dengan kubutuhan khusus.. Sehingga anak-anak yang memiliki kelainan itu (masih) sangat sulit untuk menikmati setiap piranti kehidupan, yang semestinya sebagai seorang anak manusia layak merasakan. Mulai dari akses kesehatan,informasi, pendidikan, transfortasi sampai dengan lapangan kerja.
Masih kurangnya pemerimaan terhadap anak-anak tuna grahita dalam kehidupan bermasyarakat, menjadikan mereka tersisihkan dari hak-hak mereka sebagai salah satu seorang pelakonnya. Terkadang kita menilai orang yang memiliki kelainan fisik dan mental itu” aneh” dan mengurus mereka serba diselimuti dengan kubutuhan khusus.. Sehingga anak-anak yang memiliki kelainan itu (masih) sangat sulit untuk menikmati setiap piranti kehidupan, yang semestinya sebagai seorang anak manusia layak merasakan. Mulai dari akses kesehatan,informasi, pendidikan, transfortasi sampai dengan lapangan kerja.
Anak-anak tuna grahita, kerapkali dianggap tidak memiliki
nilai, peran dan fungsi dalam kehidupan. Hal ini disebabkan tidak semua dari
mereka yang mampu beraktifitas, jangankan bersaing,untuk hidup mandiripun
mereka menghadapi kendala.Kondisi ini kemudian diterjemahkan sebagian orang
sebagai beban kehidupan alias seseorang yang keberadaannya dianggap menambah
persoalan orang-orang di sekitarnya.
Semua orang tua pasti menginginkan anaknya terlahir
normal,sempurna fisik dan mentalnya. Tapi mengapa ada anak yang terlahir dengan
kelainan dalam dua aspek tersebut? Allah menurunkan makhluknya dalam kondisi
berbeda. Namun dibalik itu mengandung maksud, bahwa yang berada dalam tensi
kurang atau lemah menjadi tanggungan yang berada dalam tensi normal atau full
energy artinya anak/orang yang tidak sempurna fisik atau mentalnya ditolong
oleh yang normal, sehingga saling menyempurnakan. Karena sempurna menurut
ukuran manusia belum tentu sempurna dimata sang pencipta. Allah tidaklah
menciptakan sesuatu untuk disia-siakan karena tiap-tiap ciptaan Allah memiliki
peran masing-masing yang terkadang manusia tidak mengetahuinya.
Anak tuna grahita memiliki fungsi intelektual tidak statis.
Kelompok tertentu, termasuk beberapa dari down syndrom, memiliki kelainan fisik
dibanding teman-temannya, tetapi mayoritas dari anak tuna grahita terutama yang
tergolong ringan, terlihat sama seperti yang lainnya. Dari kebanyakan kasus
banyak anak tuna grahita terdeteksi setelah masuk sekolah. Tes IQ mungkin bisa
dijadikan indikator dari kemampuan mental seseorang. Kemampuan adaptif
seseorang tidak selamanya tercermin pada hasil tes IQ. Latihan, pengalaman,
motivasi, dan lingkungan sosial sangat besar pengaruhnya pada kemampuan adaptif
seseorang.
Seseorang dikategorikan berkelainan mental subnormal atau
tunagrahita atau retardasi mental, jika ia memiliki tingkat kecerdasan yang
sedemikian rendahnya (dibawah normal), sehingga untuk meniti tugas
perkembangnnya memerlukan bantuan atau layanan secara spesifik, termasuk dalam
program pendidikannya (Branata dalam Effendi, 2006).
Edgarr Doll (dalam Efendi, 2006) berpendapat seseorang dikatakan tunagrahita
jika : (1) secara social tidak cakap, (2) secara mental dibawah normal, (3)
kecerdasannya terhambat sejak lahir atau pada usia muda, dan (4) kematangannya
terhambat. Adapun Efendi (2006) mengemukakan istilah anak berkelainan mental
subnormal disebut pula dengan terbelakang mental, lemah ingatan (feebleminded),
mental subnormal serta tunagrahita. Semua makna diatas menunjuk kepada
seseorang yang memiliki kecerdasan mental bawah normal.
Dari uraian diatas penulis menyimpulkan pengertian tunagrahita adalah salah
satu bentuk gangguan yang dapat ditemui diberbagai tempat, dengan karakteristik
penederitanya yang memiliki tingkatn kecerdasan dibawah rata-rata (IQ dibawah
75), dan mengalami kesulitan dalam beradaptasi maupun melakukan berbagai
aktivitas sosial lingkungan.
Berdasarkan pengertian yang telah dipaparkan
diatas, maka anak tunagrahita memiliki karakteristik tersendiri pada segi
tingkah laku, emosi dan sosialnya, cara belajarnya dan kesehatan pada fisiknya.
Untuk karakteristik tersebut, setiap anak tunagrahita
memiliki karakteristik yang berada sesuai dengan tingkat kekurangannya. Secara
umum karakteristik tersebut dapat digeneralkan kedalam intelegensi, tingkah
laku.
Klasifikasi berdasarkan skor IQ WISC (dalam Efendi, 2006):
1. Ringan
(Mild atau Debil atau Moron), Anak tunagrahita mampu
didik (debil) adalah anak tunagrahita yang tidak mampu mengikuti pada
program sekolah biasa, tetapi ia masih memiliki kemampuan yang dapat
dikembangkan pada anak tunagrahita mampu didik antara lain: Membaca,
menulis, mengeja, dan berhitung, kepentingan kerja dikemudian hari.
Kesimpulannya, anak tunagrahita mampu didik berarti anak tunagrahita yang dapat
dididik secara minimal dalam bidang-bidang akademis, sosial dan pekerjaan.
2. Sedang
(Imbecile atau Moderate), Anak tunagrahita mampu latih atau
imbecile adalah anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan sedimikian rendahnya
sehingga tidak mungkin untuk mengikuti program yang diperuntukkan bagi anak
tunagrahita mampu didik. Oleh karena itu, beberapa kemampuan anak tunagrahita
mampu latih yang perlu diberdayakan, yaitu: Belajar mengurus diri sendiri,
misalnya makan, pakaian, tidur, atau mandi sendiri, Belajar menyesuaikan lingkungan
rumah atau sekitarnya, Mempelajari kegunaan ekonomi dirumah, dibengkel kerja,
atau di lembaga khusus. Kesimpulannya, anak tungrahita mampu latih berarti anak
tunagrahita yang hanya dapat dilatih untuk megurus diri sendiri melalui
aktivitas kehidupan sehari-hari (daily living), serta melakukan fungsi
social kemasyarakatan menurut kemampuannya.
3. Berat
atau Idiot (IQ 0-25), Anak tunagrahita mampu rawat (idiot) adalah anak
tunagrahita yang memiliki kecerdasan sangat rendah sehingga ia tidak mampu
mengurus diri sendiri atau sosialisasi. Untuk mengurus kebutuhan diri sendiri
sangat membutuhkan orang lain. A child who is an idiot is so low
intelectually that he does not lern to talk and usually does learn to take care
of his bodily need (kirk & Johnson dalam Efendi, 2006). Dengan kata
lain, anak tunagrahita rawat adalah anak tunagrahita yang membutuhkan perawatan
sepenuhnya sepanjang hidupnya, karena ia tidak mampu terus hidup tanpa bantuan
orang lain (totally dependent) (Patton dalam Efendi, 2006).
Klasifikasi tunagrahita menurut Pedoman Penggolongan Diagnosa
Gangguan Jiwa (PPDGJ III) adalah :
1.
Tunagrahita Ringan (IQ 50-69), Penyandang tunagrahita
ringan biasanya agak terlambat dalam belajar bahasa tetapi sebagian besar dapat
mencapai kemampuan berbicara untuk keperluan sehari-hari, mengadakan
percakapan, dan dapat diwawancarai. Kebanyakan dari mereka juga dapat mandiri
penuh dalam merawat diri sendiri (makan, mandi, berpakaian, buang air besar dan
kecil) dan mencapai keterampilan praktis dan keterampilan rumah tangga,
walaupun tingkat perkembangannya agak lambat daripada normal. Kesulitan utama
biasanya tampak dalam pekerjaan sekolah yang bersifat akademis, dan banyak
diantaranya mempunyai masalah khusus dalam membaca dan menulis. Namun demikian,
penyandang tunagrahita ringan bisa sangat tertolong dengan pendidikan yang
dirancang untuk mengembangkan keterampilan mereka dan mengkompensasi kecacatan
mereka. Kebanyakan penyandang tunagrahita ringan yang tingkat intelegensinya
lebih tinggi mempunyai potensi melakukan pekerjaan yang lebih membutuhkan
kemampuan praktis daripada akademik, termasuk memerlukan sedikir keterampilan
saja. Dalam konteks sosiokultural yang memerlukan sedikit prestasi akademik,
sampai tingkat tertentu dari tunagrahita ringan tidak menunjukkan masalah.
Namun demikian, bila juga terdapat immaturitas emosional dan sosial yang nyata,
maka tampak akibat kecacatannya misalnya ketidakmampuan mengatasi tuntutan
pernikahan atau pengasuhan anak, atau kesulitan menyesuaikan diri dengan
harapan dan tradisi budaya.
2.
Tunagrahita Sedang (IQ 35-49), Penyandang tunagrahita
kategori ini lambat dalam mengembangkan pemahaman dan penggunaan bahasa,
prestasi akhir yang dapat mereka capai dalam bidang ini terbatas. Keterampilan
merawat diri dan keterampilan motorik juga terlambat, dan sebagian dari mereka
ini memerlukan pengawasan seumur hidup. Kemajuan dengan pekerjaan sekolah
terbatas, tetapi sebagian dari mereka ini dapat belajar keterampilan dasar yang
dibutuhkan untuk membaca, menulis dan berhitung. Program pendidikan khusus
dapat memberi kesempatan mereka untuk mengembangkan potensi mereka yang terbatas
dan memperoleh keterampilan dasar. Ketika dewasa, penyandang tunagrahita sedang
ini biasanya mampu melakukan pekerjaan praktis yang sederhana, bila
tugas-tugasnya disusun rapid an diawasi. Jarang ada yang dapat hidup mandiri
sepenuhnya pada masa aktif secara fisik dan mayoritas menunjukkan perkembangan
sosial dalam kemampuan mengadakan kontak, berkomunikasi dengan orang lain, dan
terlibat dalam aktivitas sosial yang sederhana.
3.
Tunagrahita Berat (IQ 20-34), Kategori ini umumnya
mirip dengan tunagrahita sedang dalam hal gambaran klinis, terdapatnya suatu
etiologi organic, dan kondisi yang menyertainya. Prestasi yang lebih rendah
daripada tunagrahita sedang juga paling lazim pada kelompok ini. Kebanyakan
penyandang tunagrahita kategori ini menderita hendaya motorik atau defisit lain
yang menyertainya, dan hal ini menunjukkan adanya kerusakan atau penyimpangan
perkembangan yang bermakna secara klinis dari susunan syaraf pusat.
4.
Tunagrahita Sangat Berat (IQ <20), Dalam kategori
ini, secara praktis individu yang menyandang tunagrahita sangat berat sangat
terbatas kemampuannya untuk mematuhi atau memahami permintaan atau instruksi.
Sebagian besar dari mereka tidak dapat bergerak atau sangat terbatas dalam
gerakannya, inkontinensia, dan hanya mampu mengadakan komunikasi verbal yang
belum sempurna. Mereka tidak atau hanya mempunyai sedikit sekali kemampuan
untuk mengurus sendiri kebutuhan dasar mereka, dan senantiasa memerlukan
bantuan dan pengawasan.
Beradarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa tunagrahita memiliki beberapa
jenis berdasarkan tingkat skor IQ yang dimiliki individu tunagrahita yaitu
tunagrahita ringan (IQ 50-69), tunagrahita sedang (IQ 35-49), tunagrahita berat
(IQ 20-34), tunagrahita sangat berat (IQ <20).
B. Tujuan
1. Dapat memberikan pandangan
positif pada masyarakat bagaimana karakteristik dari anak tunagrahita.
2. Kita bisa lebih mengenal dan
menganalisis bagaimana proses kognitif, penguasaan dan penggunaan bahasa mereka
saat kita berada dilingkungan masyarakat.
3. Kita juga dapat mengetahui
kesulitan dan dapat menggolongkan karakter mereka masing-masing sesuai dengan kebutuhan yang
mereka perlukan.
4.
Memberi kontribusi kepada para calon-calon pendidik maupun guru-guru ABK
dalam memahami karakteristik terutama karakter anak tunagrahita.
C. Profil Siswa dan Orang Tua
1. Profil Siswa
Berdasarkan
hasil observasi dan wawancara langsung yang dilakukan penulis profil siswa
adalah sebagai berikut:
a. Indentifikasi anak
Nama :
Alfian Ramadhan
Tempat dan tanggal lahir/umur : Samarinda, 4 Maret 2008
Jenis klamin : Laki-Laki
Agama :
Islam
Status anak : Kandung
Anak ke dari jumlah saudara : Anak ke 3 dari 3 bersaudara
Nama sekolah : SDN 025 Loa Janan
Kelas :
III ( tiga)
Alamat :
Dusun Surya Bhakti RT 021 Batuah
Kecamatan Loa Janan
Tinggal :
Bersama dengan kedua orang tua
Keadaan
Rumah : Baik
Tinggi
Badan : 114 cm
Berat
Badan : 39 kg
Golongan
Darah : AB
Penyakit
yang pernah di derita : Demam Tinggi,
kejang-kejang
Hoby : bersepeda
Cita –
Cita :
jadi guru
b. Riwayat kelahiran
Perkembangan masa kehamilan : Normal
Penyakit pada masa kehamilan : Normal
Usia kandungan : 9 Bulan
Tempat kelahiran : Bidan Kampung
Penolong proses kelahiran : –
Gangguan pada saat bayi lahir : –
Berat bayi :
2,9 Kg
Panjang bayi : 48 Cm
Tanda-tanda kelainan pada bayi : Kejang-kejang
Perkembangan masa balita
Menetek ibunya hingga umur : 2
Tahun
Minum susu kaleng hingga umur : 2 Tahun
Imunisasi (lengkap/tidak) : Lengkap
Pemeriksaan/penimbangan rutin/tdk : Rutin s/d 5 Tahun
Kualitas makanan : Harus makan yang lembek
Kuantitas makan : Banyak
Kesulitan makan (ya/tidak) : Ya
c. Perkembangan fisik
Dapat berdiri pada umur : 3 Tahun
Dapat berjalan pada umur : 4 Tahun
Naik sepeda roda dua pada umur : 10 Tahun
Bicara dengan kalimat lengkap : Kurang jelas, mulai 2 arah
Kesulitan gerakan yang dialami : Jalan, Menulis
Status Gizi Balita (baik/kurang) : Baik
Riwayat kesehatan (baik/kurang) : Kejang kejang 1 minggu
Penggunaan tangan dominan : Kanan
d. Perkembangan bahasa
Ucapkan satu suku kata bermakna umur :
5 Tahun
Berbicara dengan satu kata bermakna umur : 6-7 Tahun
Hubungan dengan saudara :
Lebih akrab dengan adik
Hubungan dengan teman : Baik
Hubungan dengan orangtua : Egois
Hobi :
Menghafal, Menghitung
Minat khusus : Belum
Nyambung
e. Perkembangan pendidikan
Masuk TK umur : 5 Tahun
Lama Pendidikan di TK : 2
Tahun
Kesulitan selama di TK :
Bersosialisasi
Masuk SD umur : 8 Tahun
Kesulitan selama di SD :
Bersosialisasi dengan teman
Pernah tidak naik kelas : 1
kali dikelas 2
Pelayanan khusus yang pernah diterima anak : pemberian bimbel khusus
Prestasi belajar yang dicapai : –
Mata Pelajaran yang dirasa paling sulit :
Bahasa Indonesia
2. Profil Orang Tua
Nama
Ayah : Mustarin
Umur : 55 Tahun
Pend.terakhir : SMP
Nama
Ibu : Hasnawati
Umur : 48 Tahun
Pend.terakhir : SLTA
Pekerjaan
Ayah : Petani
Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Dusun
Surya Bhakti RT 021 Batuah


PENANGANAN OLEH GURU
A. Kesulitan yang
Dihadapi Anak
Kesulitan yang
dihadapi oleh Alfian Ramadhan berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang
dilakukan penulis dengan mengacu dari beberapa konteks sebagai berikut:
1. Masalah kesulitan dalam kehidupan
sehari-hari
Berdasarkan hasil wawancara dengan orang tua kesulitan yang dialami oleh Alfian
Ramadhan adalah Masalah ini berkaitan
dengan kesehatan dan pemeliharaan diri dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
keterbatasan yang miliki Alfian Ramadhan , mengalami banyak kesulitan dalam
mengurusi kehidupan sehari-hari, seperti merawat diri sendiri. Sehingga mereka
perlu bimbingan khusus untuk melatih mereka agar mereka bisa merawat dirinya
sendiri.
2. Masalah kesulitan belajar
Keterbatasan yang dimiliki oleh Alfian Ramadhan terutama kemampuan dalam berpikir, sehingga
tidak dipungkiri lagi jika Alfian Ramadhan mengalami kesulitan dalam belajar, khususnya
di bidang akademik. Namun pada bidang non-akademis, Alfian Ramadhan tidak terlihat kesulitan. Masalah yang
dirasakan Alfian Ramadhan yang kaitannya
dengan proses belajar mengajar diantaranya kesulitan menangkap pelajaran,
kesulitan dalam belajar yang baik, serta daya ingat yang lemah.
3. Masalah penyesuaian diri
Masalah Alfian Ramadhan berkaitan
dengan kesulitan dalam berhubungan dengan kelompok maupun teman-teman di Kelas.
Kemampuan penyesuaian diri dengan berada di bawah rata-rata, maka dalam
bersosialisasi dengan lingkungannya sangat kesulitan. Selain itu, Alfian
Ramadhan cenderung dijauhi oleh teman-temanya, sehingga
mengakibatkan Alfian Ramadhan tidak
mampu untuk menyesuaikan diri.
4. Masalah
gangguan kepribadian dan emosi
Karakteristik mental Alfian Ramadhan perlu
dipahami. Karena nampak jelas bahwa Alfian Ramadhan kurang
memiliki kemampuan berpikir, keseimbangan pribadinya labil, kadang-kadang
stabil kadang-kadang kacau. Alfian Ramadhan cenderung berdiam diri dari keramaian.
B. Solusi Penanganan
Oleh Guru
Tuna
Grahita yang dialami oleh Alfian
Ramadhan termasuk gangguan saraf memerlukan metode pengajaran yang sesuai
dengan kondisi Alfian Ramadhan , dan tentunya guru pun harus memiliki
keterampilan khusus agar dapat memberikan pengajaran sesuai dengan yang
ditetapkan. Terlebih lagi diperlukan kesabaran ekstra dan kemampuan dalam
menerima kondisi Alfian Ramadhan agar
mampu menerima pelajaran dengan baik dan lancar. Adapun cara mengajar anak yang
diterapkan di SDN 025 Loa Janan dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.
Pemilihan Materi Pelajaran sesuai kemampuan
Dengan keterbatasan
yang dimiliki Alfian Ramadhan Anak dalam
hal kecerdasan, dilakukan modifikasi karena Alfian Ramadhan tetap perlu mendapatkan materi akademik
seperti anak yang normal, hingga Alfian Ramadhan memperlihatkan ketidakmampuan menerima materi
. Selain itu, materi mengenai keterampilan dalam suatu bidang tertentu perlu
diperbanyak, karena keterampilan yang nyata dapat memberi Alfian Ramadhan bekal dalam melanjutkan hidup kelak. Materi
bina diri merupakan materi yang sangat penting untuk diberikan pada anak Alfian
Ramadhan , yang meliputi cara mengurus diri, cara menolong diri dan cara
berkomunikasi serta bersosialisasi dengan orang lain.
2.
Strategi Pembelajaran yang tepat
Strategi
pembelajaran untuk Alfian Ramadhan memang sedikit berbeda dengan anak normal,
dimana Alfian Ramadhan biasanya akan
ditempatkan dalam satu kelas namun pemberian materi pelajaran untuk Alfian
Ramadhan berbeda. Setaip anak dalam
satu kelas tersebut tentu ada yang mengalami tunagrahita yang ringan hingga
berat, sehingga kemampuannya dalam menerima informasi pun akan berbeda. Jadi
keluasan dan kedalaman materi harus diberikan secara individual pada setiap
anak dan disesuaikan dengan kemampuan mereka dalam menerima pelajaran yang
diberikan.
3.
Perbanyak Praktek
Meski Alfian
Ramadhan mengalami tunagrahita yang
ringan, kemampuan berpikir Alfian Ramadhan tetaplah jauh di bawah anak normal, sehingga Alfian
Ramadhan akan merasa kesulitan dalam
menerima pelajaran. Solusinya, perbanyak pelajaran berupa praktek atau
menerapkan pelajaran dalam metode melakukan sesuatu, karena cara ini lebih
efektif dan lebih mudah untuk dilakukan pada Alfian Ramadhan yang membutuhkan perlakukan khusus. Praktek
akan memberikan rangsangan motorik yang lebih mudah melekat di ingatan dibandingkan
pelajaran yang bersifat teori.
4.
Media yang Sesuai
Ada beberapa
kriteria yang perlu diperhatikan dalam penggunaan alat atau media dalam proses
mengajari Alfian Ramadhan . Kriteria tersebut antara lain tidak mudah rusak,
tidak abstrak, tidak membahayakan nyawa, mudah untuk diperoleh dan anak
memiliki tanggapan tentang apa yang mereka pelajari pada media tersebut.
Kriteria media ini dapat membantu Alfian Ramadhan lebih cepat menangkap pelajaran yang
diberikan, karena praktek dengan menggunakan media lebih mudah diingat
dibanding jika tidak menggunakan media.
5.
Evaluasi Pembelajaran
Setelah salah satu
materi selesai dipelajari, sangat penting bagi tenaga pengajar untuk
mengevaluasi setiap pembelajaran yang mereka berikan. Jika terdapat kendala atau
ada anak didik tunagrahita yang masih belum menguasai materi, maka hal ini
perlu menjadi perhatian khusus. Bisa jadi materi akan diulang atau metode
pembelajaran diubah agar anak-anak mendapat kemudahan dalam menerima pelajaran
tersebut.
6.
Sikap Tenaga Pengajar harus Sabar
Hal yang paling
penting dalam cara mengajar Alfian Ramadhan adalah sikap dari guru yang mengajarinya.
Guru yang mengajar anak tunagrahita harus memiliki sikap yang baik dan selalu
positif, menjelaskan dengan perlahan dan kata yang jelas serta posisi yang
selalu menghadap Alfian Ramadhan . Dengan begitu Alfian Ramadhan akan merasa lebih nyaman dan lebih mudah
dalam menerima pelajaran yang diberikan. Ada beberapa prtinsip yang menjadi
prinsip guru di SD 025 dalam menghadapi
anak ABK di SDN 025 Loa janan adalah
sebagai berikut:
1.
membangun
lingkungan belajar yang stimulatif, sportif, serta ramah terhadap ragam potensi
kecerdasan anak.
2.
mengembangkan
kegiatan belajar yang aktif,kreatif,efektif, dan menyenangkan sesuai dengan
kebutuhan anak.
3.
merancang
kegiatan belajar yang memfungsikan seluruh modus berfikir otak seperti memori,
kognisi, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
4.
mengembangkan
program dan kegiatan belajar yang mendorong berkembangnya sikap dan cara
berfikir kreatif.
5.
membangun
pola interaksi social di sekolah antara guru dan murid, murid dan murid, guru
dan guru, guru dan orang tua yang mendorong perkembangan semua anak secara
optimal.
6.
menciptakan
lingkungan sekolah sebagai taman belajar.
7.
mengembangkan
kegiatan belajar yang mampu membangun karakter positif anak sehingga anak
memiliki semangat belajar untuk maju dan berkembang
8. membangun kegiatan belajar yang mampu
mengembangkan ragam potensi kecerdasan anak baik segi intelektual,
social-emosional, fisikal maupun kecerdasan spiritualnya
C. Alat Bantu/ Media yang digunakan di SDN
025 Loa Janan
Alat Bantu pelajaran penting diperhatikan dalam mengajar anak
Alfian Ramadhan . Hal ini disebabkan Alfian Ramadhan kurang
mampu berfikir abstrak, Alfian Ramadhan membutuhkan hal-hal kongkrit. Agar terjadinya
tanggapan tentang obyek yang dipelajari, maka dibutuhkan alat pelajaran yang
memadai.Selanjutnya diterangkan tentang karakteristik alat bantu pelajaran
untuk yang digunakan di SDN 025 Loa Janan antara lain. Warna harus menyolok, Garis
bentuk harus abstrak
Hal yang penting adalah dalam menciptakan atau memilih alat
bantu atau media pembelajaran ini harus diingat tentang hal-hal yang perlu
ditonjolkan atau yang akan menjadi pusat / pokok pembicaraan. Anak tunagrahita
akan mengalami kesulitan apabila dihadapkan dengan obyek yang kurang jelas
tanpa tekanan tertentu. Jadi dalam memilih media pembelajaran bagi Alfian
Ramadhan , harus benar-benar selektif dan mengarah pada hal yang abstrak, serta
disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan yang ada pada masing-masing
anak.
Contoh
Media Pembelajaran Bagi yang pernah digunakan untuk Alfian Ramadhan
Puzzle
Match Time
Ini
puzzle terdiri dari gambar jarum jam dan angka digitalnya. Ini bisa buat
mengecek apakah anak sudah paham betul dengan konsep jam. Dari cara dia membaca
jarum jam dan menjodohkan gambar jam serta angka digitalnya sampai mengerti
maksud dari 1 jam = 60 menit.
Bahan: Karton, Lem
kertas, Gunting, Penggaris, Pensil
Cara Membuatnya:
Gunakan laptop untuk membuat gambar jarum jam dan angka
digital, setelah selesai membuat gambar lalu print gambar tersebut. Gambar
tersebut lalu di potong sesuai garis pada gambar. Siapkan karton, lalu dipotong
seperti bentuk rumah.Tempelkan gambar yang tadi menggunakan lem kertas. Siapkan
karton warna berbeda sebagai alas. Tempelkan gambar yang sudah dipasang tadi ke
karton alas, rapihkan sesuai keinginan.
Mengurutkan dari bilangan yang terkecil 1 sampai terbesar 10 Tujuan
dibuatnya media ini adalah agar peserta didik mampu mengurutkan bilangan yang
terkecil sampai terbesar dan agar peserta didik tidak hanya menebak langsung
angka tetapi dapat langsung membaca melalui huruf daan menghitung melalui
gambar buah-buahan.
Bahan: Karton, Lem
kertas, Gunting, Penggaris, Pensil
Cara
membuatnya:Gunakan laptop untuk membuat gambar jarum jam dan angka digital,
setelah selesai membuat gambar lalu print gambar tersebut ,Gambar tersebut lalu
di potong sesuai garis pada gambar, Siapkan karton, lalu dipotong seperti
bentuk rumah, Tempelkan gambar yang tadi
menggunakan lem kertas. Siapkan karton warna berbeda sebagai alas .Tempelkan
gambar yang sudah dipasang tadi ke karton alas, rapihkan sesuai keinginan.
Untuk membantu Alfian Ramadhan
dalam proses belajar, ada beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain
:
1.
Membuat buku ajar khusus seperti buku ajar tematik,
yaitu dibuat berdasarkan tema-tema tertentu dan bukan berdasarkan mata
pelajaran. Misalnya buku ajar dengan tema binatang, tumbuhan, atau alat-alat
transportasi.
2.
Membuat buku ajar lain yang bisa memusatkan perhatian
dan merangsang kerja otak seperti, buku ajar ilustratif yang berisi banyak
gambar-gambar ilustrasi atau buku ajar penuh warna yang dapat menarik perhatian
anak.
3.
Memeriksakan keadaan Alfian ke Psikolog anak untuk
mendapatkan pemecahan masalah yang sesuai dengan masalah yang dihadapi Alfian.
4.
Guru dan siswa sering-sering mengajak Alfian untuk
berkomunikasi agar membantu proses bersosialisasi dalam masyarakat.
5.
Orang tua harus berperan aktif dan lebih banyak
meluangkan waktu untuk menemani dan memandu Alfian dalam belajar.

DAMPAK KELAINAN
A. Dampak Terhadap Anak
Tunagrahita adalah anak yang
mengalami hambatan dan keterbelakangan mental, jauh di bawah rata- rata.
Gejalanya tak hanya sulit berkomunikasi, tetapi juga sulit mengerjakan
tugas-tugas akademik. Ini karena perkembangan otak dan fungsi sarafnya tidak
sempurna. Anak-anak seperti ini lahir dari ibu kalangan menengah ke bawah.
Ketika dikandung, asupan gizi dan zat antibodi ke ibunya tidak mencukupi.
Perkembangan dorongan (drive) dan
emosi berkaitan dengan derajat ketunagrahitaan seorang anak. Anak tunagrahita
berat tidak dapat menunjukkan dorongan pemeliharaan dirinya sendiri. Mereka
tidak bisa menunjukkan rasa lapar atau haus dan tidak dapat menghindari bahaya.
Pada anak tunagrahita sedang, dorongan berkembang lebih baik tetapi kehidupan
emosinya terbatas pada emosi-emosi yang sederhana.
Pada anak terbelakang ringan, kehidupan emosinya
tidak jauh berbeda dengan anak normal, akan tetapi tidak sekaya anak normal.
Anak tunagrahita dapat memperlihatkan kesedihan tetapi sukar untuk
menggambarkan suasana terharu. Mereka bisa mengekspresikan kegembiraan tetapi
sulit mengungkapkan kekaguman.
Dalam kepribadian tercakup susunan fisik, karakter
emosi, serta karakteristik sosial seseorang. Di dalamnya juga tercakup
cara-cara memberikan respon terhadap rangsangan yang datangnya dari dalam
maupun dari luar, baik rangsangan fisik maupun rangsangan social. Apakah anak
tunagrahita memiliki karakteristik khusus dalam kepribadiannya?
Dari penelitian yang dilakukan oleh Mc Iver dengan
menggunakan Children’s Personality Questionare ternyata
anak-anak tunagrahita mempunyai beberapa kekurangan berupa tidak matangnya
emosi, depresi, bersikap dingin, menyendiri, tidak dapat dipercaya, impulsive,
lancang, dan merusak. Anak tunagrahita wanita mudah dipengaruhi, kurang tabah,
ceroboh, kurang dapat menahan diri, dan cenderung melanggar ketentuan. Dalam
hal lain, anak tunagrahita sama dengan anak normal. Kekurangan-kekurangan dalam
kepribadian akan berakibat pada proses penyesuaian diri.
Penyesuaian diri merupakan proses psikologi yang
terjadi ketika kita menghadapi berbagai situasi. Seperti anak normal, anak
tunagrahita akan menghayati suatu emosi, jika kebutuhannya terhalangi.
Emosi-emosi yang positif adalah cinta, girang, dan simpatik. Emosi-emosi ini
tampak pada anak tunagrahita yang masih muda terhadap peristiwa-peristiwa yang
bersifat konkret. Jika lingkungan bersifat positif terhadapnya maka mereka akan
lebih mampu menunjukkan emosi-emosi yang positif itu. Emosi-emosi yang negatif
adalah perasaan takut, giris, marah, dan benci. Anak terbelakang yang masih
muda akan merasa takut terhadap hal-hal yang berkenaan dengan hubungan sosial.
Dalam tingkah laku sosial, tercakup hal-hal seperti
keterikatan dan ketergantungan, hubungan kesebayaan, self concept,
dan tingkah laku moral. Yang dimaksud dengan tingkah laku keterikatan dan
ketergantungan adalah kontak anak dengan orang dewasa (orang lain). Masalah
keterikatan anak dan ketergantungan anak terbelakang telah diteliti oleh Zigler
dan Steneman. Seperti halnya anak normal, anak tunagrahita yang masih muda
mula-mula memiliki tingkah laku keterikatan kepada orang tua dan orang dewasa
lainnya. Dengan bertambahnya umur, keterikatan ini dialihkan kepada teman
sebaya. Ketika anak merasa takut, giris, tegang, dan kehilangan orang yang
menjadi tempat bergantung, kecenderungan ketergantungannya bertambah. Berbeda
dengan anak normal, anak tunagrahita lebih banyak bergantung pada orang lain,
dan kurang terpengaruh oleh bantuan sosial.
Dalam hubungan kesebayaan, seperti halnya anak
kecil, anak tunagrahita menolak anak yang lain. Tetapi setelah bertambah umur
mereka mengadakan kontak dan melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat kerja
sama. Berbeda dengan anak normal, anak tunagrahita jarang diterima, sering
ditolak oleh kelompok, serta jarang menyadari posisi diri dalam kelompok.
B. Dampak Terhadap Orang Tua
Orang tua adalah adalah
orang-orang yang melengkapi budaya mempunyai tugas untuk mendefinisikan apa
yang baik dan apa yang dinggap buruk. Sehingga anak akan merasa baik bila
tingkah lakunya sesuai dengan norma tingkah laku yang diterima di masyarakat.
Orang yang paling banyak menanggung beban akibat
ketunagrahitaan adalah orang tua dan keluarga anak tersebut. Oleh sebab itu dikatakan
bahwa penanganan anak tunagrahita merupakan resiko psikiatri keluarga. Keluarga
anak tunagrahita berada dalam resiko, mereka menghadapi resiko yang berat.
Saudara-saudara anak tersebut pun menghadapi hal-hal yang bersifat emosional.
Saat yang kritis adalah ketika keluarga itu pertama
kali menyadari bahwa anak mereka tidak normal seperti anak lainnya. Jika anak
tersebut menunjukkan gejala-gejala kelainan fisik (misalnya mongol), maka
kelainan anak dapat segera diketahui sejak anak dilahirkan. Tetapi jika anak
tersebut tidak mempunyai kelainan fisik, maka orang tua hanya akan mengetahui
dari hasil pemeriksaan. Cara menyampaikan hasil pemeriksaan sangatlah penting.
Orang tua mungkin menolak kenyataan atau menerima dengan beberapa persyaratan
tertentu.
Dalam memberitahukan kepada orang tua hendaknya
dilakukan terhadap keduanya (suami-istri) secara bersamaan. Dianjurkan agar
sejak awal sudah diperkenalkan dengan orang tua lain yang juga mempunyai anak
cacat. Orang tua hendaknya menyadari bahwa mereka tidak sendirian. Lahirnya
anak cacat (tunagrahita) selalu merupakan tragedi.
Adapun saat-saat kritis itu terjadi ketika:
1) Pertama kali
mengetahui bahwa anaknya cacat,
2) Memasuki usia
sekolah, pada saat tersebut sangat penting kemampuan masuk sekolah sebagai
tanda bahwa anak tersebut normal,
3) Meninggalkan
sekolah,
4) Orang tua
bertambah tua sehingga tidak mampu lagi memelihara anaknya yang cacat.
Pada saat-saat kritis seperti ini
biasanya orang tua lebih mudah menerima saran dan petunjuk. Setelah kejutan
yang pertama, orang tua ingin mengetahui mengapa anaknya tunagrahita. Mereka
dan anak-anaknya yang normal ingin mengetahui apakah sesudah melahirkan anak
yang tunagrahita mereka dapat melahirkan anak normal.
Pada umumnya masyarakat kurang
mengacuhkan anak tunagrahita, bahkan tidak dapat membedakannya dari orang gila.
Orang tua biasanya tidak memiliki gambaran mengenai masa depan anaknya yang
tunagrahita. Mereka tidak mengetahui layanan yang dibutuhkan oleh anaknya yang
tersedia di masyarakat. Saudara-saudaranya ketika memasuki usia remaja
menghadapi hal-hal yang menyangkut emosional kehadiran saudaranya yang
tunagrahita dirasakan sebagai beban baginya. Dilihat dari sudut tertentu, baik
juga seandainya anak tunagrahita dipisahkan di tempat-tempat penampungan.
Tetapi bila dilihat dari sudut lain, pemisahan seperti ini dapat pula
mengakibatkan ketegangan orang tua, terlebih bagi ibu yang sudah terlalu
menyayangi anaknya.
Peranan orang tua dapat dikatakan sebagai orang
yang memegang peranan penting dalam perkembangan seseorang anak. Juga tidak
terlepas terhadap pandangan orang tua pada penyandang tunagrahita. Dengan
demikian orang tua anak tunagrahita juga mempunyai peran yang sama dengan orang
tua pada umumnya. Namun bagi orang tua yang memiliki anak tunagrahita umumnya mereka
lebih membutuhkan perhatian yang lebih ketat terhadap perkembangan anak
tunagrahita. Hal ini diasumsikan karena anak tunagrahita mempunyai perkembangan
dan pertumbuhan yang jauh berbeda dengan anak normal.
Dalam kasus terhadap ananda stania, keluarga
sekarang lebih jauh bisa menerima kelainan pada anak nya, walaupun masih ada
orang yang menghina, tetapi mereka sadar bahwa anak mereka adalah pemberian dan
amanah dari Tuhan yang maha Esa, jadi mereka (orang tua) sekarang lebih bisa
tenang dalam kehidupan sehari-hari karena ananda stania merupakan anugerah yang
sangat berharga bagi keluarga nya.
C. Dampak Terhadap Masyarakat
Istilah tunagrahita (intellectual disability) atau
dalam perkembangan sekarang lebih dikenal dengan istilah developmental
disability, sering keliru dipahami oleh masyarakat, bahkan sering
terjadi pada para professional dalam bidang pendidikan luar biasa didalam
memahami konsep tunagrahita. Perilaku tunagrahita yang kadang-kadang aneh,
tidak lazim dan tidak cocok dengan situasi lingkungan seringkali menjadi bahan
tertawaan dan olok-olok orang yang berada didekat mereka. Keanehan tingkah laku
tunagrahita dianggap oleh masyarakat sebagai orang sakit jiwa atau orang gila.
Tunagrahita sesungguhnya bukan orang gila, perilaku aneh dan tidak lazim itu
sebetulnya merupakan manifestasi dari kesulitan meraka didalam menilai situasi
akibat dari rendahnya tingkat kecerdasan. Dalam pengertian lain terdapat
kesenjangan yang signifikan antara kemampuan berfikir dengan perkembangan usia.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Seorang anak dikatakan tunagrahita berdasarkan
karakteristik seperti lamban, kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari
hal-hal yag baru, kemampuan bicaranya sangat kurang, cacat fisik dan
perkembangan gerak, kurang dalm kemampuan menolong diri sendiri, .tingkah laku
dan interaksi yang tidak lazim
Masalah yang dihadapi anak tunagrahita sangat
kompleks. Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan
disertai dengan perkembangan prilaku adaptif yang rendah pula akan berakibat
langsung pada kehidupan mereka sehari-hari, sehingga banyak menghadapi
kesulitan dalam hidupnya
Tidak ada yang sia-sia dalam penciptaan Tuhan. Hanya
saja manusia butuh kecerdasan untuk membaca setiap penciptaan yang Tuhan
kehendaki. Begitu pula ketika kita diamanahi anak yang istimewa, seperti Alfian
Ramadhan , misalnya. Kita tak boleh patah arang untuk mendidiknya. Dibalik
kekurangan yang ada pada seseorang, tersimpan potensi yang luar biasa jika kita
mau menggali dan memberinya ruang.
Tunagrahita ringan yang menimpa pada Alfian Ramadhan merupakan gangguan keterbelakangan mental yang
terjadi akibat perkembangannya terganggu pada waktu balita, yaitu Dia sering
sakit-sakitan hingga suhu badanya meningkat, panas. Sehingga dari hasil diagnosa
dokter, ada syaraf-syaraf Fitri yang terganggu. Dan ini berdampak pada
perkembangan mental-intelektualnya yang berada dibawah rata-rata anak pada
umumnya.
Jika melihat tulisan-tulisan tangan Alfian Ramadhan dan nilai-nilai yang diperolehnya, penulis menilai
bahwa Alfian Ramadhan masih punya
peluang untuk dapat berkembang dengan layak. Support orang tua,Guru,
teman-teman dan lingkunganlah yang ia butuhkan untuk menjadikan dirinya sebagai
manusia yang dapat memberikan manfaat terhadap sesama.
Dan bagaimana untuk berhati-hati ketika merawat
balita merupakan hal yang patut menjadi perhatian kita disini. Karena masa
depan anak harus dipersiapkan dari nol. Jika dalam perjalanan perkembangannya
ada yang kita abaikan, maka hasilnya akan dapat mengganggu proses perkembangan
selanjutnya.
B.
Saran
Setelah disusunnya laporan tentang tunagrahita,
diharapkan semua pihak lebih membuka mata dan tidak memandang remeh anak-anak
ini. Karena sejatinya mereka sama dengan kita. Mereka membutuhkan apa yang kita
butuhkan. Mereka merasakan apa yang kita rasakan. Sayangilah mereka,
berkawanlah dengan mereka. Biarkan mereka memperoleh hak untuk menjadi manusia
yang seutuhnya. Dengan menjalani pendidikan sebagaimana mestinya.
![]() |
|
![]() |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar