Selasa, 26 Juli 2011

Peningkatan hasil belajar IPA materi gaya melalui model kooperatif tipe STAD dengan pendekatan Discovery (Penemuan Terbimbing) pada siswa kelas IV

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .
Pendidikan merupakan media yang sangat berperan untuk menciptakan manusia yang berkualitas dan berpotensi dalam arti yang seluas–luasnya, melalui pendidikan akan terjadi proses pendewasaan diri sehingga di dalam proses pengambilan keputusan terhadap suatu masalah yang dihadapi selalu disertai dengan rasa tanggung jawab yang besar. Mengingat peran pendidikan tersebut maka seyogyanya aspek ini menjadi perhatian pemerintah dalam rangka peningkatan sumber daya masyarakat Indonesia yang berkualitas. Ilmu Pengetahuan Alam sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah dinilai cukup memegang peranan penting dalam membentuk siswa menjadi berkualitas dan Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar adalah program untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah pada siswa serta rasa mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. Tujuan IPA secara umum membantu agar siswa memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari, Karena itu perlu adanya peningkatan mutu pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Salah satu hal harus diperhatikan adalah peningkatan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam siswa di sekolah. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam diperlukan suatu metode mengajar yang bervariasi. Artinya dalam penggunaan metode mengajar tidak harus sama untuk semua mata materi, sebab suatu metode mengajar cocok untuk satu materi belum tentu cocok untuk diterapkan pada materi lain.
Pengajaran Ilmu Pengetahuan Alam masih dianggap sulit dan banyak siswa yang kurang tertarik terhadap Ilmu Pengetahuan Alam itu sendiri, hal ini terungkap dari hasil ulangan semester I dengan nilai rata-rata yang masih dibawah standar KKM 49,0
Rendahnya hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah model pembelajararan yang digunakan oleh guru. Hasil observasi awal yang dilakukan oleh peneliti menunjukan bahwa pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di sekolah tersebut masih menggunakan model pembelajaran konvensional yakni suatu model pembelajaran yang banyak didomonasi oleh guru, sementara siswa duduk secara pasif menerima informasi pengetahuan dan ketrampilan. Hal ini diduga salah satu yang menyebabkan siswa kurang tertarik belajar IPA yang menyebabkan rendahnya prestasi siswa.
Melihat fenomena tersebut, maka perlu diterapkan suatu sistim pembelajaran yang melibatkan peran siswa secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar guna meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam disetiap jenjang pendidikan. Salah satu model pembelajaran yang melibatkan peran siswa secara aktif adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif sangat cocok diterapkan pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam karena dalam mempelajari Ilmu Pengetahuan Alam tidak cukup hanya mengetahui dan menghafalkan konsep-konsep Ilmu Pengetahuan Alam tetapi juga dibutuhkan suatu pemahaman serta kemampuan mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui model pembelajaran ini siswa dapat mengemukaan pemikiranya, saling bertukar pendapat,saling bekerja sama jika ada teman dalam kelompoknya yang mengalami kesulitan. Hal ini dapat meningkatkan motivasi siswa untuk mengkaji dan menguasai materi pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam sehingga nantinya akan meningkatkan belajar Ilmu Pengetahuan Alam siswa. Model pembelajaran ini diantaranya model Kooperatif STAD dengan Discovery (Penemuan Terbimbing).
Untuk itulah peneliti melakukan penerapan model kooperatif tipe STAD dengan pendekatan Discovery (Penemuan Terbimbing) di kelas IV SDN 005 Muara Badak tahun pembelajaran 2010/2011
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis membatasi rumusan masalah penelitian dengan pertanyaan “Bagaimana Peningkatan hasil belajar IPA materi gaya melalui model kooperatif tipe STAD dengan pendekatan Discovery (Penemuan Terbimbing) pada siswa kelas IV SDN 005 Muara Badak tahun pembelajaran 2009/2010?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar IPA materi gaya melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan Discovery (Penemuan Terbimbing) pada siswa kelas IV SDN 005 Muara Badak tahun pembelajaran 2010/2011.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Bagi siswa : menambah keaktifan dan menumbuhkan motivasi dalam proses belajar siswa
2. Bagi guru : menambah kwalitas dan wawasan dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan Discovery (Penemuan Terbimbing).
3. Bagi sekolah : Sebagai sumbangan pemikiran kepada sekolah dalam usaha peningkatan hasil belajar siswa

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembahasan Hasil Belajar
1. Pengertian belajar
Banyak para ahli yang mengemukakan pendapat mengenai belajar. Diantaranya adalah W.S Winkel (1991 : 36). Menurutnya, pengertian belajar adalah: “Suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan nilai-nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas.”
Menurut S. Nasution MA (1982: 68) belajar adalah:”Sebagai perubahan kekuatan, pengalaman dan latihan. Jadi belajar membawa suatu perubahan pada diri individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya mengenai sejumlah pengalaman, pengetahuan, melainkan juga membentuk kecakapan, kebiasaan, sikap,pengertian,minat,penyesuaian diri. Dalam hal ini meliputi segala aspek organisasi atau pribadi individu yang belajar.”
Sedangkan Mahfud Shalahuddin (1990 : 29) ”Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku melalui pendidikan atau lebih khusus melalui prosedur latihan.perubahan itu sendiri berangsur-angsur dimulai dari sesuatu yang tidak dikenalnya, untuk kemudian dikuasai atau dimilikinya dan dipergunakannya sampai pada suatu saat dievaluasi oleh yang menjalani proses belajar itu.”
Dari paparan diatas maka penulis simpulkan bahwa pengertian belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baik secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.
2. Prinsip Belajar
Belajar adalah berubah. Berubah berarti belajar, tidak berubah, berarti tidak belajar. Itulah sebabnya hakikat belajar adalah perubahan. Tetapi tidak semua perubahan berarti belajar.
Agar setelah melakukan kegiatan belajar didapatkan hasil yang efektif dan efesien tentu saja diperlukan prinsip-prinsip belajar tertentu yang dapat melapangkan jalan kearah keberhasilan. Maka Guru/pembimbing seharusnya sudah dapat menyusun sendiri prinsip-prinsip belajar, ialah prinsip belajar yang dapat terlaksana dalam situasi dan kondisi yang berbeda, dan oleh setiap siswa secara individual. prinsip-prinsip belajar itu, sebagai berikut:
a. Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan intruksional;
b. Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya;
c. Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan intruksional;
d. Belajar itu proses kontinyu, maka harus tahap demi tahap menurut perkembangannya;
e. Belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi dan discovery;
f. Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksional yang harus dicapainya.
g. Belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar dengan tenang;
h. Belajar memerlukan lingkungan yang menantang di mana anak dapat mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar yang efektif.
3. Teori Belajar
Menurut Saiful Sagala (2002 : 39 ), ada beberapa teori dalam belajar yang perlu kita yakni :
a. Teori Disiplin Mental adalah menganggap bahwa dalam belajar yang perlu siswa disiplinkan atau dilatih.0
b. Teori Behavioritisme yang sangat menekankan prilaku dan tingkah laku yang dapat diamati atau diukur bersifat makelar yaitu memandang kehidupan individu terdiri atas unsur-unsur seperti halnya molekul-molekul.
c. Teori kognitif gestalt-field yaitu memandang pengalaman manusia terikat kepada Observasi yang berwujud kepada bentuk yang menyeluruh.
Menurut Hilgard dalam Oemar Malik ( 2002 : 50 ) “ mengelompokan teori belajar menjadi dua kelompok utama yakni (1) teori-teori asosiasi dan (2) teori-teori lapangan ( field )
Menurut Oemar Malik ( 2002 : 54 ) “ada beberapa teori belajar yang perlu kita kenal, (1) teori conditioning yang menitiberatkan timbulnya respon yang disebabkan oleh suatu stimulus tertentu melalui proses kotiguitas, (2) teori connectionis yang menekankan bahwa belajar adalah pembentukan ikatan atau stimulus-stimulus melalui proses pengulangan ( reinforcement ). (3) field theory adalah teori yang menekankan keseluruh bagian-bagian satu dengan yang lainnya erat hubungannya dan saling bergantung. Termasuk dalam teori ini psikologi gestalf.
Berdasarkan pendapat di atas dapat penulis simpulkan, bahwa teori belajar adalah hal yang sangat berpengaruh bagi keaktifan belajar para peserta didik di kelas. Diantara keseluruhan teori tersebut harus diupayakan agar selaras dan seimbang sehingga mampu mengatasi hambatan-hambatan untuk tercapai tujuan belajar
4. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar terdiri dari dua kata, yakni hasil dan belajar. Antara hasil dan belajar memiliki arti yang berbeda. Hasil ialah wujud pencapaian dan suatu tujuan yang dikerjakan, diciptakan baik secara individu maupun kelompok. Hasil tak akan pernah didapat selama seseorang tidak melakukan suatu tindakan. Sedangkan belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar untuk menuju suatu perubahan. Dengan demikian dapat dipahami makna hasil belajar merupakan wujud tujuan yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan pada diri individu dalam aktivitas kemandirian hidup. (Djamarah. 1994:1-5).
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. (Sudjana,1991:22)
Sudjana, (1991:56-57) Hasil yang dicapai siswa melalui proses belajar mengajar yang optimal cenderung menunjukkan hasil yang berciri sebagai berikut:
a. Kepuasaan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar intrinsif pada diri siswa. Motivasi intrinsif adalah semangat juang untuk belajar yang tumbuh dan dalam diri siswa itu sendiri, siswa tidak akan mengeluh dengan prestasi yang rendah, dan siswa akan berjuang lebih keras lagi utuk memperbaikinya, sebaliknya, hasil belajar yang baik akan mendorong siswa untuk meningkatkan apa yang telah dicapainya.
b. Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya. Artinya siswa tahu kemampuan dirinya dan percaya siapa punya potensi yang tak kalah dari orang lain apabila siswa berusaha sebagaimana harusnya. Siswa juga yakin tidak ada sesuatu yang tidak dapat dicapai bila siswa berusaha sesuai dengan kesanggupannya.
c. Hasil belajar yang dicapainya bermakna bagi diri siswa, seperti makan tahan lama dilihatnya, membentuk perilakunya, bermanfaat untuk mempelajari aspek lain, dapat digunakan sebagai alat untuk memperoleh informasi dan pengetahuan lainnya, kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri serta dapat mengembangkan kreativitas.
d. Hasil belajar diperoleh siswa secara menyeluruh (komprehensif), yakni mencakup ranah kognitif, pengetahuan atau wawasan, ranah afektif atau sikap yang apresiasif, serta ranah psikomotorik, ketrampilan atau perilaku. Ranah kognitif terutama adalah hasil yang diperolehnya sedangkan ranah afektifnya dan psikomotorik diperolehnya sebagai efek samping yang tidak dilaksanakan dalam pembelajaran.
e. Keterampilan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan dirinya terutama dalam menerima hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dari usaha belajarnya. Siswa tahu dan sadar bahwa tinggi rendahnya hasil belajar yang dicapaiannya tergantung pada usaha dan motivasi belajar dirinya sendiri.
Ilmu Pengetahuan Alam sebagai disiplin ilmu yang berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pembelajaran IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.
5. Faktor yang mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Arikunto (2002:26) faktor–faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah:
a. Faktor yang berasal dari dalam diri siswa (internal) dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu faktor psikologis dan jasmaniah. Yang dikategorikan faktor jasmaniah antara lain: usia, dan kematangan berpikir sedangkan dengan kategorikan faktor psikologis antara lain: kelelahan, motivasi, suasana hati dan kebiasaan belajar.
b. Faktor yang berasal dari luar individu (eksternal) dapat doklasifikasikan menjadi dua, yaitu faktor manusia dan non manusia, seperti alam bebas, hewan, dan lingkungan fisik.
Berdasarkan pendapat yang telah dipaparkan dapat diartikan bahwa hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam siswa adalah kemampuan–kemampuan yang dimiliki siswa dalam menerima materi yang telah disampaikan dan dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri siswa (internal) maupun faktor yang berasal dari luar individu (eksternal)
6. Penentuan Hasil Belajar
Hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam adalah kemampuan–kemampuan yang dimiliki siswa setelah siswa menerima materi–materi Ilmu Pengetahuan Alam yang cenderung menggunakan aspek kognitifnya yang diukur melalui tes.
B. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama, yakni kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi yang telah ditentukan. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah untuk membangkitkan interaksi yang efektif diantaraanggota kelompok melalui diskusi. Dengan interaksi yang efektif dimungkinkan semua anggota kelompok dapat menguasai materi pada tingkat yang relatif sejajar, Sukidin ( dalam bambang S, 2009)
Menurut Slavin (1997:15), pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu kelas dijadikan kelompok -kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 6 orang untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru. Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan setting kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa bekerjasama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi narasumber bagi teman yang lain.
Menurut Johnson (dalam Isjoni 2007:23), pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri: 1) saling ketergantungan yang positif, 2) dapat dipertanggungjawabkan secara individu, 3) heterogen, 4) berbagi kepemimpinan, 5) berbagi tanggungjawab, 6) ditekankan pada tugas dan kebersamaan, 7) mempunyai ketrampilan dalam berhubungan sosial, 8) guru mengamati, dan 9) efektivitas tergantung pada kelompok. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1). Untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif.
2). Kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
3) Jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula, dan
4). Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada perorangan.
Berdasarkan beberapa pendapat yang ada pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang memandang keberhasilan individu diorientasikan dalam keberhasilan kelompok. Dalam hal ini, maka siswa bekerjasama dalam mencapai tujuan dan siswa berusaha keras membantu dan mendorong teman-temannya untuk berhasil bersama-sama dalam belajar.
C. Pembelajaran Kooperatif STAD
STAD ( Students Team Achievement Division ) merupakan salah satu tipe dari metode pembelajaran kooperatif, dimana siswa dibentuk dalam kelompok heterogen dengan 4-5 orang anggota. Guru sangat berperan sebagai fasilitator dan dinamisator sedangkan siswa dapat menggunakan LKS dan saling membantu untuk menuntaskan materi belajarnya dan siswa dituntut berperan aktif dalam pembelajaran kooperatif ( Sukidin.2002).
Slavin (2000) menyatakan bahwa pada STAD siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4-6 orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru menyajikan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja dalam tim mereka memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut, pada saat tes ini mereka tidak diperbolehkan saling membantu.
Pembelajaran koopertif dapat dilakukan melalui macam-macam pendekatan,guru dapat memilih pendekatan sesuai dengan tujuan yang dicapai.
1. Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif STAD
.1) Persiapan pembelajaran koopertif tipe STAD
Seperti halnya pembelajaran lainnya, pembelajaran kooperatif tipe STAD ini juga membutuhkan persiapan yang matang sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Persiapan-persiapan tersebut antara lain:
a. Persiapan Materi dan Perangkat pembelajaran
Persiapan pembelajaran ini meliputi RPP, buku siswa, lembar kegiatan siswa (LKS), pengaturan tempat duduk.
b. Pembentukan kelompok kooperatif
Dalam menentukan anggota kelompok diusahakan agar kemampuan siswa dalam kelompok adalah heterogen dan kemampuan antar satu kelompok, bila memungkinkan kelompok kooperatif ini perlu memperhatikan ras, agama, jenis kelamin, dan latar belakang sosial. Apabila dalam kelas terdiri atas ras dan latar belakang yang relatif sama maka pembentukan kelompok dapat didasarkan pada prestasi akademik, yaitu:
1. Siswa dalam kelas terlebih dahulu dirangking sesuai kepandaian dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Tujuannya adalah untuk mengurutkan siswa sesuai kemampuan Ilmu Pengetahuan Alamnya dan digunakan untuk mengelompokkan siswa kedalam kelompoknya.
2. Menentukan tiga kelompok dalam kelas yaitu kelompok atas, kelompok menengah, dan kelompok bawah. Kelompok atas sebanyak 25% dari seluruh siswa yang diambil dari siswa ranking satu, kelompok tengah 50% dari seluruh siswa yang diambil dari urutan setelah diambil kelompok atas, dan keompok bawah sebanyak 25% dari seluruh siswa yaitu terdiri atas siswa setelah diambil kelompok atas dan kelompok menengah.
c. Menentukan skor awal
Skor awal yang dapat digunakan dalam kelas kooperatif adalah nilai ulangan sebelumnya. Sedangkan Penghargaan atas keberhasilan kelompok dapat dilakukan oleh guru dengan melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Menghitung skor individu
Menurut Slavin (dalam Ibrahim, dkk. 2000) untuk memberikan skor perkembangan individu dihitung seperti pada tabel berikut ini:
Perhitungan Skor Peningkatan
Nilai Tes Skor
Peningkatan
Lebih dari 10 poin dibawah skor awal
10 poin dibawah sampai 1 poin dibawah skor awal
Skor awal sampai 10 poin di atas skor awal
Lebih dari 10 poin di atas skor awal
Nilai sempurna (tanpa memperhatikan skor awal) 0 poin
10 poin
20 poin
30 poin
30 poin
Sumber: Ismail (2003)
2. Menghitung skor kelompok
Skor kelompok ini dihitung dengan membuat rata-rata skor perkembangan anggota kelompok, yaitu dengan menjumlah semua skor perkembangan a kelompok. Sesuai dengan rata-rata skor perkembangan kelompok, diperoleh kategori skor kelompok seperti tercantum pada tabel berikut ini:
Tingkat penghargaan kelompok
Rata-rata tim Predikat
0 ≤ x < 5
5 ≤ x <15
15 ≤ x < 25
25 ≤ x ≤ 30 -
Tim baik
Tim hebat
Tim super
(Sumber: Ratumanan, 2002)
Dari tinjauan tentang pembelajaran kooperatif tipe STAD ini menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang cukup sederhana. Dikatakan demikian karena kegiatan pembelajaran yang dilakukan masih dekat kaitannya dengan pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat pada fase 2 dari fase-fase pembelajaran koopeeratif tipe STAD, yaitu adanya penyajian informasi atau materi pelajaran. Perbedaan model ini dengan model konvensional terletak pada adanya pemberian penghargaan pada kelompok.
2) Langkah-langkah Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
1. Presentasi Kelas
a. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
b. Guru memotivasi siswa dengan mengadakan apersepsi tentang peristiwa / kejadian sehari-hari yang terkait dengan materi / bahan ajar.
c. Guru menyajikan materi dalam upaya mengantarkan siswa membangun pengetahuannya sendiri
d. Guru memberikan tes kepada setiap siswa secara individual sehingga akan diperoleh skor awal.
2. Pembentukan kelompok kerja
a. Guru membentuk kelompok kerja dengan jumlah 4 – 5 siswa secara heterogen berdasarkan kemampuan siswa, gender, suku dan agama.
Kelompok yang sudah terbentuk ini dipertahankan untuk beberapa kali pertemuan.
b. Model kelompok kerja guru dapat mengaturnya sendiri sesuai dengan jumlah siswa dalam kelas dengan tetap memperhatikan aturan pada poin pertama
3. Kerja Kelompok
Guru membagi LKS kepada masing-masing kelompok dan setiap anggota kelompok bekerja dalam kelompok kerjanya. Menurut Mohamad Nur (2000) setiap anggota kelompok berkewajiban membantu
anggota yang lain untuk menguasai secara tuntas materi/permasalahan dalam LKS tersebut. Guru perlu memberi penekanan kepada siswa bahwa mereka tidak boleh mengakhiri kegiatan belajar sebelum seluruh anggota tim menguasai materi dan selesai mengerjakan tugas.
4. Presentasi kelompok.
Setiap anggota kelompok mengecek jawaban mereka melalui kunci jawaban yang telah disediakan dalam LKS. Pada tahap ini masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompoknya dan masing-masing kelompok memberikan tanggapan, sedangkan fungsi guru saat itu adalah memberikan bantuan dan bimbingan agar validasi dapat menghasilkan kesimpulan yang benar. Guru juga perlu memberikan pujian kepada kelompok yang bekerja dengan bagus.
5. Pelaksanaan Tes
Semua anggota kelompok kembali ketempat semula untuk melaksanakan tes individual setiap akhir siklus. Siswa tidak diperkenankan lagi bekerja sama dengan anggota tim lainnya, mereka harus menunjukkan bahwa mereka telah belajar sebagai individu.
6. Penskoran nilai
Siswa diminta saling menukar jawabannya, atau mengumpul pekerjaan itu untuk diperiksa. Kemudian dibuat skor nilai tes individu dan skor nilai tim. Skor nilai tim pada STAD didasarkan pada peningkatan skor nilai anggota tim dibandingkan dengan skor nilai yang lalu mereka sendiri (base score). Hasil skor nilai tim dengan menghitung dan menjumlahkan poin tiap anggota tim lalu membaginya dengan jumlah anggota tim tersebut.
7. Penghargaan kelompok
Memberi pengakuan prestasi untuk tim, dengan memberikan penghargaan untuk tim yang mencapai rata-rata peningkatan atau lebih. Pengakuan kecil ini perlu diberikan kepada kelompok yang kinerjanya baik sehingga anggota kelompok itu dapat melihat bahwa menjadi kepentingan mereka bersama untuk membantu belajar temannya dalam kelompok mereka karena keberhasilan kelompok ditentukan oleh keberhasilan individu dalam kelompok (Nur, Mohamad:2000)
D. Kelebihan dan Kekurangan Kooperatif STAD
Kelebihan model pembelajaran Kooperatif STAD
Menurut Davidson (dalam Nurasma,2006:26) :
1. Meningkatkan kecakapan individu
2. Meningkatkan kecakapan kelompok
3. Meningkatkan komitmen
4. Menghilangkan prasangka buruk terhadap teman sebaya
5. Tidak bersifat kompetitif
6. Tidak memiliki rasa dendam
Kekurangan model pembelajaran kooperatif STAD
Menurut Slavin (dalam Nurasma 2006:2007 )yaitu:
1. Konstribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang
2. Siswa berprestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan karena peran anggota yang pandai lebih dominan.
E. Metode Discovery (Penemuan Terbimbing)
1. Pengertian Discovery (Penemuan Terbimbing)
Metode penemuan yang dipandu oleh guru ini pertama dikenalkan oleh Plato dalam suatu dialog antara Socrates dan seorang anak, maka sering disebut juga dengan metoda Socratic (Cooney,
Davis:1975, 136). Metode ini melibatkan suatu dialog/interaksi antara siswa dan guru di mana siswa mencari kesimpulan yang diinginkan melalui suatu urutan pertanyaan yang diatur oleh guru. Salah satu buku yang pertama menggunakan teknik penemuan terbimbing adalah tentang aritmetika oleh Warren Colburn yang pelajaran pertamanya berjudul: Intellectual Arithmetic upon the Inductive Method of Instruction, diterbitkan pada tahun 1821, yang isinya menekankan penggunaan suatu urutan pertanyaan dalam mengembangkan konsep dan prinsip matematika. Ini menirukan metode Socratic di mana Socrates dengan pertolongan pertanyaan yang ia tanyakan dimungkinkan siswa untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Interaksi dalam metode ini menekankan pada adanya interaksi dalam kegiatan belajar mengajar.
Interaksi tersebut dapat juga terjadi antara siswa dengan siswa (S – S), siswa dengan bahan ajar (S – B), siswa dengan guru (S – G), siswa dengan bahan ajar dan siswa (S – B – S) dan siswa dengan bahan ajar dan guru (S – B – G).
Interaksi yang mungkin terjadi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :








Interaksi dapat pula dilakukan antara siswa baik dalam kelompok-kelompok kecil maupun kelompok besar (kelas). Dalam melakukan aktivitas atau penemuan dalam kelompok- kelompok kecil, siswa berinteraksi satu dengan yang lain. Interaksi ini dapat berupa saling sharing atau siswa yang lemah bertanya dan dijelaskan oleh siswa yang lebih pandai. Kondisi semacam ini selain akan berpengaruh pada penguasaan siswa terhadap materi matematika, juga akan dapat meningkatkan social skills siswa, sehingga interaksi merupakan aspek penting dalam pembelajaran matematika.
Menurut Burscheid dan Struve (Voigt, 1996:23), belajar konsep-konsep teoritis di sekolah, tidak cukup hanya dengan memfokuskan pada individu siswa yang akan menemukan konsep-konsep, tetapi perlu adanya social impuls di sekolah sehingga siswa dapat mengkonstruksikan konsep-konsep teoritis seperti yang diinginkan.
Interaksi dapat terjadi antar guru dengan siswa tertentu, dengan beberapa siswa, atau serentak dengan semua siswa dalam kelas. Tujuannya untuk saling mempengaruhi berpikir masing-masing, guru memancing berpikir siswa yaitu dengan pertanyaan-pertanyaan terfokus sehingga dapat memungkinkan siswa untuk memahami dan mengkontruksikan konsep-konsep tertentu, membangun aturan-aturan dan belajar menemukan sesuatu untuk memecahkan masalah.
Metode penemuan terbimbing sering disebut metode discovery, dalam metode penemuan terbimbing, para siswa diberi bimbingan singkat untuk menemukan jawabannya. Harus diusahakan agar jawaban atau hasil akhir itu tetap ditemukan sendiri oleh siswa (Suyitno, 2004:5).
Jika siswa belajar menemukan sesuatu dikatakan ia belajar melalui penemuan. Bila guru mengajar siswa tidak dengan memberitahu tetapi memberikan kesempatan atau berdialog dengan siswa agar ia menemukan sendiri, cara guru mengajar demikian disebut metode penemuan (Ruseffendi,1980)
Metode penemuan merupakan komponen dari suatu bagian praktik pendidikan yang seringkali diterjemahkan sebagai mengajar heuristik, yakni suatu jenis mengajar yang meliputi metode-metode yang dirancang untuk meningkatkan rentangan keaktifan siswa yang lebih besar, berorientasi kepada proses, mengarahkan pada diri sendiri, mencari sendiri, dan refleksi yang sering muncul sebagai kegiatan belajar. Metode penemuan adalah poses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip.
Proses mental yang dimaksud adalah mengamati, mencerna, menggolong- golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur dan membuat kesimpulan.
Metode penemuan sebagai metode belajar mengajar digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan tujuan sebagai berikut:
a. Meningkatkan keterlibatan siswa secara aktif dalam memperoleh dan memproses perolehan belajar.
b. Mengarahkan para siswa sebagai pelajar seumur hidup.
c. Mengurangi ketergantungan kepada guru sebagai satu-satunya sumber informasi yang diperlukan oleh para siswa.
d. Melatih para siswa mengeksplorasi atau memanfaatkan lingkungan sebagai sumber informasi yang tidak pernah tuntas digali.
Kata penemuan sebagai metode mengajar merupakan penemuan yang dilakukan oleh siswa. Siswa menemukan sendiri sesuatu yang baru, ini tidak berarti yang ditemukannya benar-benar baru, sebab sudah diketahui oleh orang lain (Suyitno, 2004:5).
Metode Discovery memungkinkan para siswa menemukan sendiri informasi-informasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan instruksional. Ini berarti berpengaruh terhadap peranan guru sebagai penyampai informasi kearah peran guru sebagai pengelola interaksi belajar mengajar kelas. Ditandai pula bahwa metode penemuan tidak terlepas dari adanya keterlibatan siswa dalam interaksi belajar mengajar.
Di dalam model penemuan ini, guru dapat menggunakan strategi penemuan yaitu secara induktif, deduktif atau keduanya. Sebuah argumen induktif meliputi dua komponen, yang pertama terdiri dari pernyataan/fakta yang mengakui untuk mendukung kesimpulan dan yang kedua bagian dari argumentasi itu (Cooney dan Davis, 1975). Kesimpulan dari suatu argumentasi induktif tidak perlu mengikuti fakta yang mendukungnya. Fakta mungkin membuat lebih dipercaya, tergantung sifatnya, tetapi itu tidak bisa membuktikan dalil untuk mendukung. Sedangan deduktif, yaitu kebenaran suatu pernyataan diperoleh sebagai akibat logis kebenaran sebelumnya, sehingga kaitan antar pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Berarti dengan strategi penemuan deduktif , kepada siswa dijelaskan konsep dan prinsip materi tertentu untuk mendukung perolehan pengetahuan matematika yang tidak dikenalnya dan guru cenderung untuk menanyakan suatu urutan pertanyaan untuk mengarahkan pemikiran siswa ke arah penarikan kesimpulan yang menjadi tujuan dari pembelajaran.
2. Langkah–langkah dalam Discovery (Penemuan Terbimbing)

Markaban.2006,mengatakan agar pelaksanaan model penemuan terbimbing ini berjalan dengan efektif, beberapa langkah yang perlu ditempuh oleh guru matematika adalah sebagai berikut.
a. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data secukupnya, perumusannya harus jelas, hindari pernyataan yang menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak salah.
b. Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini, bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja. Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa untuk melangkah ke arah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan, atau LKS.
c. Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya.
d. Bila dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat siswa tersebut diatas diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk meyakinkan kebenaran prakiraan siswa, sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai.
e. Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut, maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk menyusunya. Di samping itu perlu diingat pula bahwa induksi tidak menjamin 100% kebenaran konjektur.
f. Sesudah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu benar.
3. Kelebihan dan Kelemahan metode Discovery
Kelebihan metode Discovery adalah sebagai berikut.
a. Siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar.
b. Siswa memehami benar bahwa pelajaran.
c. Menimbulakan rasa puas bagi siswa.
d. Siswa akan dapat mentransfer pengetahuannya keberbagai konteks.
e. Melatih siswa belajar mandiri.
Kelemahan metode Discovery adalah sebagai berikut.
a. Menyita waktu banyak.
b. Menyita pekerjaan guru
c. Tidak semua siswa mampu melakukan penemuan
d. Tidak berlaku untuk semua topik
e. Untuk kelas yang besar sangat merepotkan guru

F. Langkah-langkah Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan pendekatan Discovery (Penemuan Terbimbing)
1. Presentasi Kelas
a. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
b. Guru memotivasi siswa dengan mengadakan apersepsi tentang peristiwa / kejadian sehari-hari yang terkait dengan materi / bahan ajar.
c. Guru menyajikan materi dalam upaya mengantarkan siswa membangun pengetahuannya sendiri
4. Pembentukan kelompok kerja
a. Guru membentuk kelompok kerja dengan jumlah 4 – 5 siswa secara heterogen berdasarkan kemampuan siswa, gender, suku dan agama.
Kelompok yang sudah terbentuk ini dipertahankan untuk beberapa kali pertemuan.
b. Model kelompok kerja guru dapat mengaturnya sendiri sesuai dengan jumlah siswa dalam kelas dengan tetap memperhatikan aturan pada poin pertama
5. Kerja Kelompok
a. Guru merumuskan masalah yang akan diberikan kepada kelompok siswa dengan data secukupnya
b. Kelompok siswa menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data yang diberikan Guru
c. Kelompok siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya
d. Guru memeriksa konjektur yang telah dibuat oleh tiap kelompok
e. Menyerahkan kembali konjektur kepada kelompok
f. Setelah kelompok mampu menemukan masalahnya dan membagi kepada anggota yang lain untuk menguasai secara tuntas materi/permasalahan tersebut. Guru perlu memberi penekanan kepada siswa bahwa mereka tidak boleh mengakhiri kegiatan belajar sebelum seluruh anggota tim menguasai materi dan selesai mengerjakan tugas.
4. Presentasi kelompok.
Setiap anggota kelompok mengecek jawaban mereka melalui kunci jawaban yang telah disediakan dalam LKS. Pada tahap ini masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompoknya dan masing-masing kelompok memberikan tanggapan, sedangkan fungsi guru saat itu adalah memberikan bantuan dan bimbingan agar validasi dapat menghasilkan kesimpulan yang benar. Guru juga perlu memberikan pujian kepada kelompok yang bekerja dengan bagus.
5. Pelaksanaan Tes
Semua anggota kelompok kembali ketempat semula untuk melaksanakan tes individual setiap akhir siklus. Siswa tidak diperkenankan lagi bekerja sama dengan anggota tim lainnya, mereka harus menunjukkan bahwa mereka telah belajar sebagai individu.
6. Penskoran nilai
Siswa diminta saling menukar jawabannya, atau mengumpul pekerjaan itu untuk diperiksa. Kemudian dibuat skor nilai tes individu dan skor nilai tim. Skor nilai tim pada STAD didasarkan pada peningkatan skor nilai anggota tim dibandingkan dengan skor nilai yang lalu mereka sendiri (base score). Hasil skor nilai tim dengan menghitung dan menjumlahkan poin tiap anggota tim lalu membaginya dengan jumlah anggota tim tersebut.
7. Penghargaan kelompok
Memberi pengakuan prestasi untuk tim, dengan memberikan penghargaan untuk tim yang mencapai rata-rata peningkatan atau lebih. Pengakuan kecil ini perlu diberikan kepada kelompok yang kinerjanya baik sehingga anggota kelompok itu dapat melihat bahwa menjadi kepentingan mereka bersama untuk membantu belajar temannya dalam kelompok mereka karena keberhasilan kelompok ditentukan oleh keberhasilan individu dalam kelompok (Nur, Mohamad:2000)
G. Materi Pelajaran IPA Kelas IV Semester II
Materi pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam kelas IV semester 2 berdasarkan KTSP yaitu:
1. Definisi Gaya
Gaya didefinisikan sebagai suatu tarikan atau suatu dorongan. Gaya terdiri atas gaya sentuh dan gaya tak sentuh.Gaya sentuh adalah gaya yang terjadi akibat sentuhan langsung. Gaya dapat menyebabkan perubahan posisi, kecepatan, bentuk, panjang, volume, dan arah. Alat yang digunakan untuk mengukur gaya secara langsung adalah neraca pegas atau dinamometer.
2. Pengaruh gaya terhadap benda
Pengaruh gaya terhadap benda adalah sebagai berikut.
1. Gaya dapat menggerakkan benda diam.
2. Gaya dapat membuat benda bergerak menjadi diam.
3. Gaya dapat mengubah kecepatan gerak benda.
4. Gaya dapat mengubah arah gerak benda.
5. Gaya dapat mengubah bentuk benda.
6. Gaya dapat mempengaruhi keadaan benda di dalam air.
1. Gaya Menggerakkan Benda Diam
Benda diam akan bergerak jika diberi gaya. Contohnya, bola akan melambung ke udara jika kita tendang. Lemari akan bergeser jika kita dorong. Sepeda akan berjalan jika kita kayuh. Batu akan bergerak jika kita lempar. Masih banyak banyak contoh lain yang membuktikan bahwa gaya dapat menggerakkan benda diam. Apakah kamu bisa memberikan contoh yang lain?
2. Gaya Membuat Benda Bergerak Menjadi Diam
Contoh benda yang bergerak adalah sepeda yang dikayuh, sepeda motor yang sedang bergerak, kelereng yang menggelinding dan sebagainya . Benda benda yang bergerak tersebut dapat berhenti atau diam jika diberi gaya. Sepeda yang bergerak akan berhenti jika direm. Sepeda motor yang sedang bergerak akan berhenti jika direm. Kelereng yang menggelinding akan berhenti jika kita tahan dengan tangan atau kaki. Mengerem sepeda dan sepeda motor termasuk bentuk gaya. Begitu pula dengan menahan kelereng dengan tangan juga termasuk bentuk gaya. Dengan demikian, gaya dapat membuat benda bergerak menjadi diam.
3. Gaya Mengubah Kecepatan Gerak Benda
Perhatikan mobil yang sedang bergerak! Jika kamu amati, kecepatan mobil tersebut tidak akan sama. Kamu bisa melihatnya pada spidometer. Gerak mobil terkadang cepat dan terkadang lambat. Apakah yang menyebabkan kecepatan mobil tersebut berubah-ubah?
Ketika jalan lengang, pengemudi akan menginjak gasnya. Akibatnya, mobil akan melaju kencang. Namun, ketika ada mobil yang lain di depannya, pengemudi akan menginjak rem. Akibatnya, laju mobil akan melambat. Injakan gas dan injakan rem termasuk bentuk gaya. Oleh karena itu, gaya dapat mempengaruhi kecepatan gerak benda.
4. Gaya Mengubah Arah Gerak Benda
Coba kamu perhatikan gambar di samping! Sepeda tidak hanya dapat berjalan lurus. Sepeda dapat kita belokkan ke arah yang dibutuhkan. Jika ingin mengubah arah sepeda, kita cukup membelokkan setangnya. Hasilnya, arah sepeda akan berubah.
Begitu juga dengan orang yang bermain bola. Bola tidak hanya bergerak ke satu arah. Bola dapat bergerak ke segala arah. Namun, arah gerak bola tidak dapat berubah dengan sendirinya. Arah gerak bola harus diubah oleh pemain bola. Caranya dengan menyundul atau menendang bola.
Membelokkan arah sepeda dan bola termasuk bentuk gaya. Dengan demikian, gaya dapat mengubah arah gerak benda. Dapatkah kamu memberikan contoh yang lain?
5. Gaya Dapat Mengubah Bentuk Benda
Gaya dapat mengubah bentuk suatu benda. Coba kamu amati karet gelang! Bagaimana bentuknya? Lalu tariklah karet gelang itu! Apa yang terjadi? Karet gelang yang semula berbentuk lingkaran berubah bentuk ketika ditarik.
Pernahkah kamu melihat orang yang sedang memahat kayu? Kayu yang semula berbentuk gelendong bisa diubah menjadi berbagai bentuk. Ada yang menjadi meja, kursi, mobil-mobilan, patung, dan sebagainya. Tarikan pada karet gelang dan pahatan pada kayu termasuk bentuk gaya. Dengan demikian, terbukti bahwa gaya dapat mengubah bentuk benda.
6. Gaya Dapat Mempengaruhi Keadaan Benda di Dalam Air
Mengapa perahu dapat terapung di air? Mengapa ketika melompat ke dalam kolam renang kita akan muncul lagi ke permukaan? Mengapa batu akan tenggelam jika dilemparkan ke dalam air?
Di dalam air terdapat suatu gaya yang disebut gaya tekan ke atas. Gaya ini menyebabkan benda bisa mengapung di permukaan. Benda yang masuk ke dalam air akan dikenai gaya tekan ke atas, sehingga benda muncul kembali ke permukaan. Itulah sebabnya, ketika berenang kita tidak akan ke dasar kolam, melainkan berada di permukaan air.
Namun, gaya tekan ke atas dipengaruhi oleh luas permukaan benda. Benda yang permukaannya lebar mendapat banyak gaya tekan ke atas. Akibatnya, benda itu akan mengapung di permukaan. Benda yang permukaannya sempit mendapat sedikit gaya tekan ke atas. Akibatnya, benda itu akan tenggelam. Inilah penyebab batu tenggelam ketika dilempar ke dalam air. Hal ini karena batu memiliki luas permukaan yang kecil. Keadaan benda di dalam air dipengaruhi oleh gaya tekan ke atas dan berat benda.
1. Jika gaya tekan ke atas lebih besar dari berat benda, maka benda akan terapung.
2. Jika gaya tekan ke atas sama dengan berat benda, maka benda akan melayang.
3. Jika gaya tekan ke atas lebih kecil dari berat benda, maka benda akan tenggelam.
3. Macam-macam Gaya
a. Gaya Gesek
Gaya gesek adalah gaya yang menahan gerak benda agar benda itu dapat berhenti bergerak. Besar kecilnya gaya gesek dipengaruhi oleh kasar licinnya permukaan benda yang bergesekan. Makin halus/licin permukaan gaya gesek semakin kecil. Makin kasar permukaan gaya gesek semakin besar
b. Gaya Gravitasi
Gaya Gravitasi adalah gaya yang menarik semua benda baik benda hidup maupun benda tidak hidup ke arah pusat bumi.
Contoh : daun berguguran dari pohon, buah yang telah masak jatuh ke tanah, dan penerjun payung. Benda-benda yang mengalami tarikan gaya gravitasi bumi akan bergerak jatuh ke tanah. Gerak jatuh akan semakin cepat bila benda semakin dekat dengan tanah. Setelah benda mencapai tanah, gaya gravitasi tetap bekerja sehingga benda tetap berada pada tempatnya.Akibat tidak adanya gaya gravitasi semua makhluk hidup dan makhluk tak hidup akan melayang-layang di angkasa.
c. Gaya Magnet
Magnet berasal dari kata Magnesia yaitu tempat orang Yunani menemukan sifat magnet yang terdapat dalam batu-batuan yang dapat menarik logam.

BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Setting Penelitian
Pokok Bahasan dalam Penelitian Tindakan Kelas ( PTK ) ini adalah materi Menulis Gaya pada kelas IV SD Semester II tahun pembelajaran 2010/2011
B. Subjek dan Objek Penelitian
Sebagai subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN 005 Muara Badak semester II Tahun Pelajaran 2010/2011. Jumlah siswa kelas IV adalah 25 orang siswa yang terdiri dari 12 siswa laki – laki dan 13 orang siswa perempuan sedangkan yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan Discovery (Penemuan Terbimbing)
C. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja sebagai guru sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat. Warda dkk.(2004)
Menurut Kemmis dan Taggart (dalam Bambang S 2009 ) penelitian tindakan kelas adalah suatu penelitian yang bersifat refleksi diri yang dilakukan oleh peserta–peserta tindakan dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan keadilan praktik pendidikan dan sosial mereka, serta pemahaman mereka terhadap praktik- praktik tersebut.
Joni (1998) menyatakan bahwa penilitian tindakan kelas merupakan suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan rasional dan tindakan – tindakan yang dilakukan itu serta memperbaiki kondisi–kondisi dimana praktek– praktek pembelajaran tersebut dilakukan. Pelaksanaan penelitian tindakan kelas menggabungkan tindakan bermakna dengan prosedur penelitian yang merupakan suatu upaya memecahkan sekaligus mencari dukungan ilmiah.
Kesimpulan dari penelitian tindakan kelas adalah peneliti yang melakukan tindakan–tindakan tertentu agar dapat memperbaiki atau meningkatkan kualitas pembelajaran. Dalam penelititan ini prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari tiga siklus. Tiap–tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai.
D. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SDN 005 Muara Badak pada Semester II tahun pembelajaran 2010/2011
E. Rancangan dan Prosedur Penelitian
1. Pengertian Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian merupakan rencana untuk pengumpulan, pengukuran, dan analisis data. Rancangan tersebut membantu peneliti dalam mengalokasikan sumber daya yaitu meliputi observasi, analisis data, dan kombinasinya (Bernard S. Philip didalam Enory dan Cooper, 1992)
Rancangan penelitian adalah rencana (plan) dan struktur (structure) investigasi untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan penelitian. Rencana tersebut merupakan skema atau program penelitian menyeluruh yang mencakup rencana apa saja yang akan dikerjakan seorang peneliti mulai dari penyusunan hipotesis dan implikasi operasional sampai analisis data akhir. Struktur adalah kerangka kerja, organisasi, konfigurasi, dari hubungan berbagai variabel kajian.
Rancangan penelitian mencerminkan struktur masalah penelitian dan rencana investigasi yang digunakan untuk memperoleh fakta empiris yang berkaitan dengan masalah tersebut (Kerlinger didalam Emory dan Cooper, 1992)
Kedua definisis diatas berbeda dalam perinciannya tetapi keduanya memberikan esensiyang sama mengenai rancangan penelitian yang baik, yaitu:
a. Rancangan adalah rencana untuk memilih sumber dan tipe informasi yang relevan dengan pertanyan penelitian
b. Rancangan merupakan kerangka kerja yang memperinci hubungan diantara variable variabel kajian
c. Rancangan merupakan cetak biru yang menjelaskan semua prosedur mulai hipotesis sampai analisis data.
Rancangan penelitian tersebut dibuat untuk menjawab pertanyaan-pertanyan seperti Teknik apa yang digunakan untuk mengumpulkan data? Teknik pengambilan sampel apa yang digunakan ? Bagaimana waktu dan biaya menjadi pertimbangan pemilihan teknik tersebut?

2. Pengertian Prosedur Penelitian
Prosedur Peneletian adalah panduan yang memuat prosedur tentang semua proses atau alur yang berkaitan dengan pelaksanaan penelItian yaitu penelitian tindakan kelas .
Adapun prosedur PTK yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan model Kemmis dan McTaggart (Depdiknas, 2004:2), Pelaksanaan tindakan dalam PTK meliputi empat alur (langkah): (1) perencanaan tindakan; (2) pelaksanaan tindakan; (3) Observasi; (4) refleksi. Alur (langkah) pelaksanaan tindakan yang dimaksud dapat dilihat pada gambar berikut.






Keterangan
P: Perencanaan
T: Tindakan
O: Observasi
R: Refleksi
Gambar tersebut di atas menunjukkan bahwa pertama, sebelum melaksanakan tindakan, terlebih dahulu peneliti merencanakan secara seksama jenis tindakan yang akan dilakukan. Kedua, setelah rencana disusun secara matang, barulah tindakan itu dilakukan. Ketiga, bersamaan dengan dilaksanakan tindakan, peneliti mengamati proses pelaksanaan tindakan itu sendiri dan akibat yang ditimbulkannya. Keempat, berdasarkan hasil Observasi tersebut, peneliti kemudian melakukan refleksi atas tindakan yang telah dilakukan. Jika hasil refleksi menunjukkan perlunya dilakukan perbaikan atas tindakan yang telah dilakukan., maka rencana tindakan perlu disempurnakan lagi agar tindakan yang dilaksanakan berikutnya tidak sekedar mengulang apa yang telah diperbuat sebelumnya. Demikian seterusnya sampai masalah yang diteliti dapat mengalami kemajuan.
Adapun rancangan penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam beberapa siklus. Dengan catatan: Apabila siklus I berhasil sesuai kriteria yang diinginkan, maka tetap dilakukan siklus II untuk pemantapan, tetapi kalau siklus I tidak berhasil, maka dilakukan siklus II dengan cara menyederhanakan materi dan menambah media pembelajaran. Apabila pada siklus II belum terjadi peningkatan, maka siklus III harus dipersiapkan untuk mengatasi kesulitan yang pernah dialami siswa pada siklus sebelumnya.
Secara keseluruhan prosedur penelitian tindakan untuk setiap Siklus dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Pra Siklus
a. Perencanaan
Pada tahap perencanaan, peneliti merencanakan kegiatan yang akan dilakukan pada Penelitian Tindakan Kelas (PTK), adapun kegiatan yang akan dilakukan dalam perencanaan adalah sebagai berikut :
Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran
Membuat alat evaluasi
Membuat lembar Observasi
b. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan Pra Siklus dilaksanakan selama 2 x 35 menit (1 x pertemuan )
Pelaksanaan pra siklus berdasarkan RPP terlampir.
c. Observasi
Pada Observasi, peneliti bertindak sebagai guru pengajar Bahasa Indonesia yaitu pembelajaran menulis pantun sedangkan teman sejawat mengamati tindakan yang sedang dilakukan oleh peneliti dan mengamati aktivitas siswa di dalam kelas . Dengan menggunakan lembar Observasi yang telah disediakan . ( format lembar Observasi terlampir )
d. Refleksi
Pada tahap refleksi, peneliti dan guru mendiskusikan hasil tindakan yang telah dilaksanakan, kemudian bila perlu merevisi tindakan sebelumnya untuk dilaksanakan pada tahap berikutnya.
2. Siklus Pertama
a. Mempersiapkan skenario dan rencana pembelajaran 1 pada materi Gaya serta lembar observasi.
b. Mempersiapkan alat evaluasi untuk dikerjakan dikelas.
c. Melaksanakan skenario pembelajaran berdasarkan rencana pembelajaran 1 yaitu pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan Discovery (Penemuan Terbimbing) pada materi gaya
d. Melakukan pemantauan (observasi) proses belajar mengajar Ilmu Pengetahuan Alam yang dilakukan oleh guru Ilmu Pengetahuan Alam di kelas bersama peneliti. Sasaran pemantauan adalah pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan Discovery (Penemuan Terbimbing) yang dilakukan oleh guru, dan aktifitas siswa sesuai waktu yang tersedia untuk melihat hasil belajar siswa.
e. Sebagai refleksi pada kegiatan ini peneliti bersama guru menentukan langkah–langkah perbaikan pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan Discovery (Penemuan Terbimbing) pada materi berikutnya sebagai dasar untuk menyusun tindakan yang akan dilakukan pada Siklus 2.
3. Siklus Kedua
Setelah diperoleh data hasil analisis pada Siklus 1 dan gambaran keadaan kelas tentang perhatian, aktifitas dan kesalahan/kelemahan dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan Discovery (Penemuan Terbimbing) ini didiskusikan dan dicarikan solusi sehingga kesalahan dan kelemahan pada Siklus I tidak terulang lagi.ini dijabarkan dalam rencana pembelajaran selanjutnya.
]


F. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan dokumentasi data yaitu:
1. Dokumentasi nilai adalah data yang dimiliki oleh guru Ilmu Pengetahuan Alam pada nilai ulangan Ilmu Pengetahuan Alam sebelumnya. Digunakan sebagai perbandingan dengan hasil tes akhir siklus.
2. Tugas dan Pekerjaan rumah (PR) untuk mengetahui hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam siswa diakhir pembelajaran.
3. Tes akhir siklus untuk mengetahui peningkatan hasil belajar persiklus.
4. Observasi menggunakan tabel pedoman observasi untuk mengetahui tingkat aktivitas siswa dan aktivitas guru pada saat pembelajaran berlangsung.
G. Tehnik Analisis Data
Jenis Penelitian ini adalah tindakan kelas yang dilaksanakan dalam 3 siklus dan setiap Siklus dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan pada siklus I dan siklus II, yang masing-masing pertemuan dilaksanakan dalam 3 jam mata pelajaran. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan rata-rata, presentasi, dan grafik.
1. Rata-rata
Rata-rata digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa dalam satu kelas dan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar dengan membandingkan rata-rata skor hasil belajar masing-masing siklus dengan
menggunakan rumus:
(Sudjana, 1996)
Keterangan:
= Nilai rata-rata hasil belajar siswa pada setiap siklus
= Banyaknya siswa
= Jumlah skor seluruh siswa
Tugas di kelas dan pekerjaan rumah (PR) untuk mengetahui hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam siswa dengan menggunakan rumus:
(Depdiknas, 2005)
Keterangan:
NK = Nilai hasil belajar siswa dalam setiap siklus
UH = Skor tes akhir siklus
T = Skor tugas
2. Persentase
Persentase digunakan untuk menggambarkan peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II dengan menggunakan rumus:
Persentasi = x 100 %
Keterangan :
a. Selisih skor rata-rata prestasi siswa pada dua siklus
b. Skor rata-rata prestasi siswa pada siklus sebelummnya
3. Grafik
Grafik digunakan untuk menvisualisasikan peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan Discovery (Penemuan Terbimbing) pada masing-masing siklus.
H. Indikator Keberhasilan
Indikator yang menyatakan bahwa pembelajaran ini dinyatakan berhasil yaitu jika pembelajaran yang dilaksanakan sudah berjalan dengan baik sesuai dengan skenario pembelajaran, hasil observasi dari pelaksanaan pembelajaran berkategori baik, dan rata-rata nilai akhir dari setiap siklusnya terjadi peningkatan sehingga persentase skor rata-rata siswa secara klasikal yang mencapai skor lebih dari atau sama dengan 60 adalah mencapai 85% hal ini sesuai dengan Standar Ketuntasan Minimum (SKM)










DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, 2002. Prosedur penelitian suatu suatu pendekatan praktek, Rineka
cipta, Jakarta

Depdiknas, 2006. Kurikulum tingkat satuan pendidikan, Jakarta

Dimyati M, 2002, Belajar dan Pembelajaran ,Rineka Cipta, Jakarta

Hamalik, 2007. Kurikulum dan pembelajaran, Bumi Aksara ,Jakarta

Isjoni, 2007, Cooperative Learning : Efektivitas Pembelajaran Kelompok
Alfabeta,Bandung

Ismail, 2003. Media pembelajaran (model-model pembelajaran), Direktorat pendidikan Nasional Jakarta

Joni,1998. Penelitian tindakan kelas , konsep dasar Depdikbud Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Jakarta

Kasbolah, 1999. Penelitian tindakan kelas, Dirjen Depdikbud Jakarta

Kunandar,2010 Langkah Mudah Peneltian Tindakan Kelas, Rajagrafindu Persada,
Jakarta

Muchtar dkk, 1997. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam I, Depdikbud Dirjen Dikti Jakarta


Sukidin dkk,2002. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas,Insa Cendekia,Jakarta
Wardani dkk, 2004. Penelitian Tindakan Kelas, Pusat penelitian Universitas Terbuka








Sulasti 0805116393
Teguh, s.pd
196802191999071001.

3 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Dari judul Peningkatan hasil belajar IPA materi gaya melalui model kooperatif tipe STAD dengan pendekatan Discovery (Penemuan Terbimbing) pada siswa kelas IV.
    model kooperatif tipe STAD dengan pendekatan Discovery mempunyai kelebihan dan keuntungan masing-masing.
    Kelebihan:
    a. Dapat mengembangkan prestasi siswa, baik hasil tes yang dibuat guru maupun tes baku.
    b. Rasa percaya diri siswa meningkat, siswa merasa lebih terkontrol untuk keberhasilan akademisnya.
    c. Strategi kooperatif memberikan perkembangkan yang berkesan pada hubungan interpersonal di antara anggota kelompok yang berbeda etnis.
    Dan mempunyai kekurangan sebagai berikut:
    a. Apabila guru terlena tidak mengingatkan siswa agar selalu menggunakan keterampilan-keterampilan kooperatif dalam kelompok maka dinamika kelompok akan tampak macet.
    b. Apabila jumlah kelompok tidak diperhatikan, yaitu kurang dari empat, misalnya tiga, maka seorang anggota akan cenderung menarik diri dan kurang aktif saat berdiskusi dan apabila kelompok lebih dari lima maka kemungkinan ada yang tidak mendapatkan tugas sehingga hanya membonceng dalam penyelesaian tugas.
    c. Apabila ketua kelompok tidak dapat mengatasi konflik-konflik yang timbul secara konstruktif, maka kerja kelompok akan kurang efektif.

    BalasHapus